Logo
Male, 23
Monday, 07 April 2025

Kita diminta revisi sampai titik koma, capek mental, fisik, dompet, terus tanda tangan ini-itu kayak dokumen negara. Tapi ujung-ujungnya? Cuma dibaca dosen pembimbing, penguji, sama mungkin kamu sendiri waktu sidang. Setelah itu... masuk arsip digital yang dikunci. Padahal kalau sistemnya dibuka—bahkan cuma PDF viewer sederhana di web kampus—banyak yang bisa belajar dari situ. Entah itu mahasiswa lain, peneliti independen, atau bahkan orang umum yang pengen tahu soal topik-topik unik dari skripsi anak-anak Indonesia. Tapi ya gimana, sistem kita kadang lebih niat ngurusin *legalitas* daripada *aksesibilitas*. Jadinya: - Ilmunya gak nyebar - Mahasiswanya trauma - Sumber daya ilmiah kebuang sia-sia Yang lebih ngeselin lagi: kadang dosen sendiri juga gak baca detail revisinya, asal-asalan. Tapi mahasiswanya disuruh ngerjain ulang berlembar-lembar. Trus setelah lulus, gak ada follow-up. *Literally jadi ritual akademik yang gak jelas dampaknya.* Chat gpt yang bilang

0

Trending Post